Romo Vanlith

Rabu, 02 Juli 2008

Franciscus Georgius Josephus van Lith SJ atau seringkali disingkat sebagai Frans van Lith (17 Mei 18639 Januari 1926) adalah seorang imam Yesuit asal Oirschot, Belanda yang meletakkan dasar karya Katolik di Jawa, khususnya Jawa Tengah. Ia membaptis orang-orang Jawa pertama di Sendangsono, mendirikan sekolah guru di Muntilan, memperjuangkan status pendidikan orang pribumi dalam masa pendudukan kolonial Belanda. Beliau terkenal karena mampu menyelaraskan ajaran agama Katolik Roma dengan ajaran Kejawen sehingga bisa diterima oleh masyarakat Jawa. Saat ini di Jawa Tengah dan Jawa Timur, agama Katolik merupakan sebuah agama yang cukup banyak dianut oleh orang Jawa dan orang keturunan Tionghoa


Van Lith tiba untuk pertama kalinya di Semarang tahun 1896 kemudian belajar budaya dan adat Jawa dan kemudian ditempatkan di Muntilan sejak 1897. Ia menetap di Desa Semampir di pinggir Kali Lamat.

Pada 14 Desember 1904 Van Lith membaptis 171 orang desa dari daerah Kalibawang di Sendangsono, Kulon Progo. Peristiwa ini dipandang sebagai lahirnya Gereja di antara orang Jawa dimana 171 orang menjadi pribumi pertama yang memeluk Katolik. Lokasi pembaptisan ini yang sekarang menjadi tempat ziarah Sendangsono

Di desa kecil Semampir ia mendirikan sebuah sekolah desa dan sebuah bangunan gereja. Saat itulah ia memulai kompleks persekolahan Katolik di Muntilan, mulai dari Normaalschool di tahun 1900, sekolah guru berbahasa Belanda atau Kweekschool tahun 1904 dan kemudian pendidikan guru-guru kepala pada tahun 1906. Sekolah guru untuk penduduk pribumi Jawa ini bisa dimasuki oleh anak Jawa dari mana pun, dari agama apa pun. Awalnya memiliki murid 107 orang, 32 di antaranya bukan Katolik.

Di tahun 1911 dibuka secara resmi seminari (sekolah calon pastor) pertama di Indonesia karena sebagian di antara lulusannya ingin jadi pastor. Satu di antaranya Mgr A Soegijapranata SJ (1896- 1963), yang kemudian menjadi Uskup Keuskupan Agung Semarang, uskup pertama pribumi.

Gereja kecil dan sekolah desa Semampir kemudian berkembang menjadi satu kompleks gedung-gedung yang di tahun 1911 dinamai Kolese Franciscus Xaverius. Tahun 1948, kompleks sekolah ini dibakar.

Lewat pendidikan sekolah di Muntilan menghasilkan tokoh politik Katolik seperti Kasimo, Frans Seda, dan sejumlah tokoh lain.

Di Klaten Van Lith berusaha mendirikan HIS. Mula-mula pengajuan ijin pendirian sekolah HIS di Klaten ditolak oleh Asisten Residen dengan alasan di Klaten telah berdiri HIS Protestan. Karena penolakan itu maka Pastur Van Lith mengajukan permohonan langsung kepada Residen di Surakarta. Permohonannya dikabulkan, sehingga pada tahun 1920 HIS Kanisius Klaten didirikan dan kegiatan pembelajaran dilaksanakan di rumah penduduk.

Van Lith memperjuangkan pendidikan bagi para pribumi. Ia mengusahakan pengiriman mahasiswa-mahasiswa pribumi ke perguruan tinggi di Belanda dan menganjurkan Yesuit agar mendirikan kolese-kolese untuk pendidikan setara AMS.

Ia menjadi anggota Dewan Pendidikan/Onderwijsraad tahun 1918. Tahun itu pula ia diangkat menjadi anggota sebagai anggota Komisi Peninjauan Kenegaraan Hindia Belanda/Commissie tot Herziening van de Grondslagen der Staatsinrichting van Nederlandsch-Indië. Komisi tersebut dibentuk untuk merealisasikan maksud pemerintah Belanda menata ketatanegaraan di Hindia Belanda, yang melibatkan baik orang Belanda maupun orang pribumi. Dalam komisi ini ia menuntut posisi perwakilan orang pribumi dalam Volksraad.

Ia pun diusulkan sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat) Partai Sarekat Islam, pimpinan teman dekat Van Lith, K.H. Agus Salim. Memang ia tidak pernah jadi anggota Dewan Rakyat. Tetapi, atas kegiatannya di bidang pendidikan ditunjuk menjadi anggota Dewan Pendidikan Hindia Belanda dan anggota Komisi Peninjauan Kembali Ketatanegaraan Hindia Belanda.

Tahun 1924 ia kembali dan kemudian menetap di Semarang dan mendirikan sekolah HIS dan Standaardschool sambil mengajar para novisiat Yesuit. Van Lith meninggal dunia pada tanggal 17 Mei 1926 di Semarang dan dikebumikan di pemakaman Yesuit di Muntilan

Di kedua lembaga itu Pater Van Lith memperjuangkan kepentingan pribumi dan ini tidak disukai oleh Belanda. Van Lith kemudian kembali ke Belanda pada tahun 1920 untuk memulihkan kesehatan. Maka, ketika mau kembali ke Indonesia setelah berobat, dia dihalang-halangi oleh pemerintah Belanda.

sumber dari id.wikipedia.org


0 Uneg-uneg: